PWG, Sudah hampir dua minggu lebih
sejak tanggal 30 Maret 2016 yang lalu, kami selaku Sekretaris PWG dan juga
admin blog serta admin group PWG di facebook sedikit menurun keaktifitasnya dalam
mengupdate meng-update info – info terkini. Karena sejak tanggal tersebut, kami
sedang melaksanakan perintah dari pimpinan di tempat kerja kami untuk mengikuti
Diklat.
InsyaAllah dalam rentang waktu
bulan kedepan, mungkin keaktifan admin akan sedikit menurun. Namun demikian kami berharap segenap
sedulur PWG tetap bersemangat dan terus mejalin komunikasi serta siliturrahim
walaupun hanya lewat sarana teknologi informasi.
Begini ceritanya......Langsung
saja, singkat cerita terjadi dimalam pertama menginap di Asrama Diklat malam sebelum
pembukaan Diklat. Kebetulan di kamar tempat kami menginap ada peserta peserta satu
diklat dari Satker lain dan kami belum mengenal satu sama lainnya. Satu kamar
diisi empat orang, namun kali ini diisi tiga orang termasuk kami. Dua orang yang satu kamar dengan kami yaitu
satu orang dari lantamal 3 tni al dan satu lagi dari Balitbang kemhan.
Menjelang tidur malam kami
ngobrol ringan dengan satu rekan peserta diklat yang berasal dari Balitbang Kemhan,
Beliau bernama pa Imam Supangat. Saya katakan beliau karena Bapak Imam lebih
senior dari saya.
Sedikit ingin tau dan ingin kenal dengan pak Imam, saya mengawali obrolan dengan bertanya dari mana asal nya, beliau menjawab dari Gombong. ehh ternya ngga jauh dari Sumpiuh, masih tetangga lah.
Sedikit ingin tau dan ingin kenal dengan pak Imam, saya mengawali obrolan dengan bertanya dari mana asal nya, beliau menjawab dari Gombong. ehh ternya ngga jauh dari Sumpiuh, masih tetangga lah.
Sebaliknya pa Imam lantas juga bertanya
" mas budi dari mana asalnya?", tanyanya. kami jawab " saya ngga
jauh pa, saya sebelum Gombong", jawabku. "Tambak", tanya pa imam
lagi. Saya jawab " bukan pa". "Sumpiuh", tebak pa imam.
"Ya pa, Sumpiuh" jawabku.
Mendengar kami berasal dari
Sumpiuh, lantas Pak Imam bilang kalo istrinya juga berasal dari Sumpiuh, tepatnya
desa Kuntili. "Istriku juga Sumpiuh
bud, Desanya Kuntili, kalau dari rel kereta lurus trus ada sungai terus belok
kiri”, jelas pak Imam kepada kami.
Dalam hati kami heran, ini ko
arahnya sama dengan arah ke rumah di kampong halaman Gadog. Dalam hati
bertanya, suaminya siapa ya kira-kira
pak Imam ini, kok saya baru tau. Kira - kira pak Imam ini mantunya siapa ini.
Kami agak penasaran, lantas
saya jelaskan kalau kampung saya jg desanya Kuntili. Kamipun bertanya lagi
ingin tau istrinya pak Imam itu rumahnya di Kuntilinya sebelah mana, barangkali
dekat, ko bisa ngga kenal. "Pak Imam, kalo dari sungai trus belok kiri,
masih jauh ngga pa?", tanya kami kepada pak Imam.
Pak Imam menjawab, "Masih
lurus terus bud, jalannya agak belok - belok terus pinggirnya ada sawah, masih
lurus lagi, setelah itu ada perempatan
belok kanan, ngga jauh lah dari situ".
"Wah wah wah, deket dong,
kayanya masih satu RT." Dalam batin
kami bertanya – tanya dengan sedikit heran kenapa sampai ngga kenal ya.
Lantas kami jadi lebih
penasaran lagi dan bertanya kepada pak Imam, "Pak Imam, nama istri dan mertuanya
siapa, ko baru ini kita ketem??”
Dijelaskan pak Imam bahwa namanya
mertuanya adalah mbok Narti, istrinya bernama Tini. Ohhhhalah ternyata
deket dengan kami masih satu RT, tetangga dekat, rumahnya ngga jauh paling ngga sampai 100 meteran. Tapi kenapa ngga kenal dan ngga tau ya, sedikit heran dan sambil ketawa. Barangkali kalo ngga Diklat bareng ngga bakalan kenal. Sedikit aneh tapi ini kenyataan, di kampung hanya berjarak 50 meter tapi kenal baru kali ini dan itupun secara tidak sengaja.
deket dengan kami masih satu RT, tetangga dekat, rumahnya ngga jauh paling ngga sampai 100 meteran. Tapi kenapa ngga kenal dan ngga tau ya, sedikit heran dan sambil ketawa. Barangkali kalo ngga Diklat bareng ngga bakalan kenal. Sedikit aneh tapi ini kenyataan, di kampung hanya berjarak 50 meter tapi kenal baru kali ini dan itupun secara tidak sengaja.
Hikmah dari cerita ini adalah
menujukan bahwa Allah SWT maha kuasa atas segalanya. Apa yang tidak kita duga
dan bayangkan bisa terjadi semua atas kehendak Allah SWT.
Memang sebelumnya kami tidak
kenal dengan pak Imam, jarak umur kami dengan beliau juga memang lumayan
terpaut jauh dan juga kesempatan bertemu ketika mudik lebaran di kampong Gadog juga
tidak banyak. Pak Imam sendiri juga bercerita ketika mudik lebaran langsung
menuju kampungnya di Gombong.