PWG ----"Guyub Rukun Nang Perantauan Karo Kampunge"

Minggu, 10 April 2016

Hikmah, Apapun Bisa Terjadi Atas Kehendak Allah SWT

PWG, Sudah hampir dua minggu lebih sejak tanggal 30 Maret  2016  yang  lalu, kami selaku Sekretaris PWG dan juga admin blog serta admin group PWG di facebook sedikit menurun keaktifitasnya dalam mengupdate meng-update info – info terkini. Karena sejak tanggal tersebut, kami sedang melaksanakan perintah dari pimpinan di tempat kerja kami untuk mengikuti Diklat.

InsyaAllah dalam rentang waktu bulan kedepan, mungkin keaktifan admin akan sedikit menurun. Namun demikian kami berharap segenap sedulur PWG tetap bersemangat dan terus mejalin komunikasi serta siliturrahim walaupun hanya lewat sarana teknologi informasi.
Meskipun hari-hari belakangan ini kami dipenuhi dengan berbagai kesibukan, di tengah - tengah atau sela-sela  waktu selama mengikuti Diklat tersebut admin akan tetap berusaha untuk menyempatkan waktu mengisi blog ini dengan informasi-informasi ringan. Seperti dalam tulisan ini, kami ingin sedikit berbagai cerita pendek, namun bukan cerita tentang bagaimana perjalanan kami selama mengikuti Diklat, tapi hanya secuil cerita yang cukup berkesan bagi kami dan cerita ini kami alami ditengah perjalanan Diklat tersebut. Mungkin juga bisa dibilang cerita kami ini ada kaitannya betkaitan dengan Kampung halaman Gadog.

Begini ceritanya......Langsung saja, singkat cerita terjadi dimalam pertama menginap di Asrama Diklat malam sebelum pembukaan Diklat. Kebetulan di kamar tempat kami menginap ada peserta peserta satu diklat dari Satker lain dan kami belum mengenal satu sama lainnya. Satu kamar diisi empat orang, namun kali ini diisi tiga orang termasuk kami.  Dua orang yang satu kamar dengan kami yaitu satu orang dari lantamal 3 tni al dan satu lagi dari Balitbang kemhan. 

Menjelang tidur malam kami ngobrol ringan dengan satu rekan peserta diklat yang berasal dari Balitbang Kemhan, Beliau bernama pa Imam Supangat. Saya katakan beliau karena Bapak Imam lebih senior dari saya. 
Sedikit ingin tau dan ingin kenal dengan pak Imam, saya mengawali obrolan dengan bertanya dari mana asal nya, beliau menjawab dari Gombong. ehh ternya ngga jauh dari Sumpiuh, masih tetangga lah. 

Sebaliknya pa Imam lantas juga bertanya " mas budi dari mana asalnya?", tanyanya. kami jawab " saya ngga jauh pa, saya sebelum Gombong", jawabku. "Tambak", tanya pa imam lagi. Saya jawab " bukan pa". "Sumpiuh", tebak pa imam. "Ya pa, Sumpiuh" jawabku.

Mendengar kami berasal dari Sumpiuh, lantas Pak Imam bilang kalo istrinya juga berasal dari Sumpiuh, tepatnya desa Kuntili.  "Istriku juga Sumpiuh bud, Desanya Kuntili, kalau dari rel kereta lurus trus ada sungai terus belok kiri”, jelas pak Imam kepada kami.

Dalam hati kami heran, ini ko arahnya sama dengan arah ke rumah di kampong halaman Gadog. Dalam hati bertanya,  suaminya siapa ya kira-kira pak Imam ini, kok saya baru tau. Kira - kira pak Imam ini mantunya siapa ini.

Kami agak penasaran, lantas saya jelaskan kalau kampung saya jg desanya Kuntili. Kamipun bertanya lagi ingin tau istrinya pak Imam itu rumahnya di Kuntilinya sebelah mana, barangkali dekat, ko bisa ngga kenal. "Pak Imam, kalo dari sungai trus belok kiri, masih jauh ngga pa?", tanya kami kepada pak Imam.

Pak Imam menjawab, "Masih lurus terus bud, jalannya agak belok - belok terus pinggirnya ada sawah, masih lurus lagi,  setelah itu ada perempatan belok kanan, ngga jauh lah dari situ".

"Wah wah wah, deket dong, kayanya masih satu RT."  Dalam batin kami bertanya – tanya dengan sedikit heran kenapa sampai ngga kenal ya.

Lantas kami jadi lebih penasaran lagi dan bertanya kepada pak Imam, "Pak Imam, nama istri dan mertuanya siapa, ko baru ini kita ketem??”

Dijelaskan pak Imam bahwa namanya mertuanya adalah mbok Narti, istrinya bernama Tini. Ohhhhalah ternyata
deket dengan kami masih satu RT, tetangga dekat, rumahnya ngga jauh paling ngga sampai 100 meteran. Tapi kenapa ngga kenal dan ngga tau ya, sedikit heran dan sambil ketawa. Barangkali kalo ngga Diklat bareng ngga bakalan kenal. Sedikit aneh tapi ini kenyataan, di kampung hanya berjarak 50 meter tapi kenal baru kali ini dan itupun secara tidak sengaja.

Hikmah dari cerita ini adalah menujukan bahwa Allah SWT maha kuasa atas segalanya. Apa yang tidak kita duga dan bayangkan bisa terjadi semua atas kehendak Allah SWT.

Memang sebelumnya kami tidak kenal dengan pak Imam, jarak umur kami dengan beliau juga memang lumayan terpaut jauh dan juga kesempatan bertemu ketika mudik lebaran di kampong Gadog juga tidak banyak. Pak Imam sendiri juga bercerita ketika mudik lebaran langsung menuju kampungnya di Gombong.

Setelah mengetahui dan saling kenal, kami pun meminta kepada pak Imam untuk menyampaikan salam kami untuk keluarganya dan juga  keluarga Lik Siah. Tak lupa kami juga meminta kepada pak Imam menyampaikan bahwa saat ini warga gadog yang ada di perantauan telah membentuk Paguyuban Warga Gadog (PWG) sebagai wadah silaturahim dan mempererat tali persaudaraan.